Dedi Mulyadi Ungkap Fakta Pendidikan di Jabar dan Perlunya Sekolah Rakyat

DEPOK, Lingkar.news Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengungkapkan sejumlah fakta yang menjadi pemicu kesenjangan masyarakat di Jawa Barat. Salah satunya terkait sistem pendidikan

Hal itu ia sampaikan saat mengisi acara pengukuhan Ketua TP PKK Provinsi Jawa Barat di Gedung Dibaleka, Balai Kota Depok, Selasa, 11 Maret 2025.

Pada kesempatan itu Dedi menyebutkan kesenjangan di Jawa Barat menurut Gini Ratio berada di ranking 37 dari 38 yang menurutnya memprihatinkan. Dia menyampaikan bahwa kesenjangan di daerah pimpinanannya mungkin saja karena faktor masyarakatnya yang pemalas.

Dedi lantas menyinggung hak kepemilikan hak atas tanah di Jawa Barat yang mayoritas dimiliki selain warga setempat seperti Jakarta.

Ia mencontohkan kasus orang Depok yang semula ingin membuat kontrakan karena ingin hidup dari kontrakan namun pada akhirnya kontrakannya ikut dijual. Sistem ini dianggap Dedi yang bisa menyebabkan kesenjangan.

“Di Cina, Tiongkok, mengubah strategi itu. Tanah-tanah yang dimiliki masyarakat desanya, kalau kita masyarakat kelurahan agak dalem, itu tidak boleh diperjualbelikan. Ketika orang-orang kota datang ke situ tidak boleh membeli, hanya boleh menyewa,” jelas.

Dengan cara seperti itu, kata Dedi, masyarakat desa tetap hidup, sementara orang kota tidak memiliki hak kepemilikan melainkan setiap bulan memberikan subsidi kepada orang desa dalam bentuk sewa.

Namun yang terjadi di lapangan, kata Dedi, orang Jakarta bergeser ke daerah dengan harga tanah yang lebih murah. Fenomena ini membuat daerah-daerah yang ada di kaki gunung dimiliki orang dari luar desa setempat.  

Untuk mengatasi fenomena ekonomi sosial masyarakat tersebut, Dedi menawarkan konsepsi pembangunan yang diawali dari pendidikan. Ia ingin memulainya dengan menerapkan pendidikan karakter kepada anak-anak di Jawa Barat.

“Maka saya menerapkan pendidikan berkarakter. Mengubah perilaku manusia. Apa yang harus diubah, anak-anak Jawa Barat. Yang mana yang menjadi sorotan, menengah ke bawah,” ujarnya.

Dedi menjelaskan alasan masyarakat menengah kebawah menjadi sorotan dalam program pendidikan yang diusungnya. Menurutnya yang terjadi saat ini adalah kurva terbalik pendidikan.

Ia menjabarkan bahwa karakter anak-anak orang menengah keatas cenderung baik-baik karena lingkungan keluarga yang mendukung terhadap pendidikan anak sehingga jika anaknya nakal, diasramakan untuk membentuk jiwa yang baik. Selain itu dengan diasramakan maka konektivitas ideologi transformasi politiknya berjalan.

“Siapa hari ini yang nakal-nakal?Anak kelas menengah ke bawah. Beda di tahun 70-an dan 80-an, anak orang kaya males-males. Anak orang miskin kerja keras. Sekarang terbalik,”

Bagi Dedi kondisi tersebut merupakan tantangan sehingga sedari sekarang harus diubah dan dibentuk karakter anak-anak Jawa Barat.

“Kalo dari sekarang tidak diubah karakternya, dibentuk karakternya dengan baik, diarahkan, dibangun konektivitasnya, berat masa depannya,” ucapnya.

Maka dari itu pihaknya menyambut baik program Sekolah Rakyat dari Presiden RI Prabowo Subianto.

“Anak orang miskin sekolah di situ, diberi makan, diberi baju, diarahkan metodologi pendidikannya. Satu sekolah nilainya seratus miliar.”

Menurutnya hanya itu cara untuk mengubah masa depan generasi muda. Anak-anak perlu didukung kualitas pendidikan yang baik untuk mencetak generasi yang berkarakter.