JAKARTA, Lingkar.news – Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto menegaskan insiden maut pemusnahan amunisi di Garut tidak perlu aturan baru. Namun yang terpenting adalah sesuai prosedur.
“Kalau begini bukan soal aturan, ini soal dedicated to excellence, sikap dalam bekerja. Jangan ceroboh, aturan harus ditaati, ada komandan yang jaga, terus enggak boleh sembarang orang. Ini yang harus ditegaskan,” kata Utut di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 14 Mei 2025.
Utut menegaskan bahwa pihak TNI sudah mempunyai aturan yang ketat dalam pelaksanaan kegiatan dan operasi militer. Fokus saat ini adalah soal bagaimana membangun kultur kepatuhan pada aturan yang ada.
“Apakah mereka enggak punya aturan? Ya, pasti punya, tetapi ini lebih pada sikap dan kultur. Ini panjang lo, enggak bisa segera,” tuturnya.
Kronologis Ledakan Amunisi di Garut yang Tewaskan 4 TNI dan 9 Warga Sipil
Legislator yang berada di komisi yang membidangi pertahanan, luar negeri, komunikasi dan informatika, dan intelijen ini mengatakan bahwa ledakan amunisi di Garut, Jawa Barat, itu bukan yang kali pertama. Namun, kejadian itu harus menjadi tragedi yang terakhir kalinya.
“Biar Kepala Staf TNI Angkatan Darat dan Pangdam Siliwangi menjelaskan hal ini. Kami akan meminta beliau mudah-mudahan ini yang terakhir kali terjadi,” tegasnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana mengatakan bahwa peristiwa ledakan itu terjadi ketika TNI AD melakukan pemusnahan amunisi.
Pemusnahan ini oleh jajaran Gudang Pusat Amunisi III Pusat Peralatan TNI AD di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Senin, 12 Mei 2025pukul 09.30 WIB.
Ledakan tersebut menyebabkan 13 orang meninggal dunia. Dari 13 orang itu, empat orang merupakan anggota TNI dan 9 lainnya warga sipil.
Utut juga menyatakan lokasi markas TNI harus jauh dari permukiman masyarakat sipil. Hal itu menyikapi fakta bahwa markas-markas TNI yang ada saat ini berdampingan langsung dengan permukiman masyarakat.
“Hemat saya ke depan itu kita perbaiki, misalnya [markas] TNI itu harus jauh dari [permukiman] masyarakat sipil,” kata Utut.
Dia mencontohkan bahwa saat ini Markas Besar TNI berada di lokasi yang dekat dengan permukiman penduduk. Selain itu, menurut Utut, markas brigade infanteri atau batalyon infanteri juga dekat dengan permukiman.
“Itu kalau ada apa-apa di Jakarta pergerakan pasukannya, tanknya mau keluar nggak bisa, orang depannya warung, pangkalan ojek,” katanya.
Ia pun tak menampik bahwa dulunya markas-markas militer tersebut berlokasi di daerah hutan yang kini lingkungannya sudah berubah. Maka dari itu, Komisi I DPR RI pun bakal memikirkan strategi untuk mengatasi masalah tersebut.
Menurut dia, negara-negara lain memiliki instalasi militer yang jauh dari masyarakat. Namun hal itu bukan dimaksudkan sebagai “menjauhkan diri”, melainkan agar instalasinya bersifat steril.
“Kejadian di Garut ini kan karena salah satu contohnya. Tahun 1984 di Marinir, dulu namanya KKO (Cilandak), itu meledak. Meledaknya tuh berjam-jam,” pungkasnya.
Sumber: Antara
Editor: Ulfa Puspa