KARAWANG, Lingkar.news – Transformasi tempat pembuangan/pemrosesan akhir (TPA) sampah Jalupang belum sepenuhnya beres, masyarakat mendesak Pemerintah Kabupaten Karawang, Jabar memenuhi janjinya untuk menerapkan pengelolaan sampah secara modern di TPA tersebut.
“Pada tahun lalu Pemkab Karawang berjanji akan mengelola sampah di TPA Jalupang secara modern, seperti yang dilakukan di TPA Banyumas,” kata Solehudin, Koordinator Gerakan Masyarakat Peduli Sampah Wancimekar (GMPSW), di Karawang, Kamis, 8 Agustus 2025.
Pemerintah Kabupaten Karawang dikabarkan berencana melakukan perluasan lahan TPA Jalupang yang berlokasi di Desa Wancimekar, Kecamatan Kotabaru pada tahun ini. Namun masyarakat yang tinggal di sekitar lingkungan TPA Jalupang menolak.
Menurut dia, penolakan perluasan lahan TPA Jalupanh didasari banyak hal, di antaranya adalah masih banyak janji-janji Pemkab Karawang kepada masyarakat Wancimekar yang belum dipenuhi terkait dengan penanganan TPA Jalupang.
“Tahun 2024, kami dijanjikan kalau pada tahun 2025 akan mulai dibangun tempat pengolahan sampah seperti di Kabupaten Banyumas, tapi sampai saat ini DED tempat pengolahan sampah saja belum selesai,” kata Solehudin.
Di Banyumas, pengelolaan sampah di TPA dilakukan secara modern, mengadopsi konsep zero waste to landfill, dengan tujuan meminimalkan jumlah sampah yang berakhir di tempat pembuangan akhir. Sampah yang masuk dipilah menjadi beberapa kategori organik, anorganik, dan residu.
Selain itu di TPA tersebut juga mampu memanfaatkan residu dan sampah plastik untuk pembuatan Paving Blok dan Genting skala industri yang bisa dimanfaatkan sebagai alternatif material.
Ia menyebutkan, perluasan lahan TPA Jalupang tanpa konsep pengolahan sampah yang jelas akan membuat masyarakat di Desa Wancimekar terus menerus merasakan dampak negatif dari adanya TPA Jalupang.
“Selama bertahun-tahun kami merasakan bau sampah, hampir setiap hari kami mencium baunya, makanya kami akan menolak rencana perluasan,” katanya.
Selain menolak perluasan lahan TPA, warga juga menolak rencana Pemkab Karawang membangun Instalasi Pengolahan Limba Tinja (IPLT) di sekitar TPA Jalupang.
“Bau sampah saja belum teratasi, sekarang desa kami mau dijadikan tempat pembuangan kotoran manusia. Sungguh sangat keterlaluan dan tidak manusiawi, kami akan menolaknya,” kata Solehudin.
Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup memberi sanksi administratif terkait dengan sistem penanganan sampah di Tempat Pembuangan/Pemrosesan Akhir (TPA) Jalupang yang masih menggunakan sistem open dumping atau pembuangan sampah di lahan terbuka.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Karawang, Iwan Ridwan, mengatakan TPA Jalupang dikenakan sanksi administratif oleh Kementerian Lingkungan Hidup, karena masih menggunakan sistem open dumping.
Dengan adanya sanksi administratif itu, kata dia, secara bertahap harus diubah sistem pengolahan sampah di TPA, dari open dumping menjadi control landfill atau sistem pembuangan sampah yang merupakan perbaikan atau peningkatan dari sistem open dumping.
Open dumping merupakan cara pembuangan sampah secara sederhana. Jadi sampah hanya dibuang begitu saja di suatu tempat terbuka, tanpa ditutup atau dilapisi dengan tanah
Sedangkan dalam sistem control landfill, sampah dipadatkan dan diratakan dengan alat berat, kemudian ditutup dengan tanah secara berkala (biasanya setiap lima hingga tujuh hari) untuk mengurangi bau, perkembangbiakan lalat, dan emisi gas metana.
“Secepatnya (diubah sistem dari open dumping menjadi control landfill). Mudah-mudahan akhir tahun 2025 atau tahun 2026 sudah ada perubahan,” katanya.
Catatan Kementerian Lingkungan Hidup, cara open dumping di TPA sampah sudah tidak diperkenankan lagi berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Di pasal 44 undang-undang itu disebutkan bahwa pemerintah daerah harus menutup TPA sampah dengan sistem open dumping (pembuangan terbuka), maksimal lima tahun sejak diundangkan pada 2008 atau seharusnya pada 2013.
Jurnalis: Ant/Ceppy Bachtiar
Editor: Sekar S