Jakarta, Lingkar.news – Pakar hukum tata negara Abdul Chair Ramadhan menyebut langkah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang mengajukan diri sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan tidak pantas.
Abdul Chair mengatakan bahwa pihak yang mengajukan diri sebagai amicus curiae bukanlah orang yang sedang berperkara di Mahkamah Konstitusi (MK), sedangkan Megawati meskipun mengajukan sebagai warga negara Indonesia, melekat kepadanya ketua umum partai politik.
“Amicus curiae pada prinsipnya itu bisa siapa saja yang mengajukan, baik organisasi, perorangan, akademisi, profesional, maupun praktisi. Akan tetapi, sepatutnya dan sebaiknya amicus curiae itu hadir bukan pihak yang terkait dengan perkara, yang sedang diperiksa, atau sedang diputus oleh Mahkamah,” kata Abdul dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (17/4)
Ia menambahkan bahwa Megawati sudah jelas melalui PDI Perjuangan mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 3, yaitu Ganjar Pranowo-Mahfud Md.
“Hal ini tentu kedudukan Megawati menjadi tidak elok,” ujarnya.
Menurut Abdul, seharusnya yang mengajukan sebagai amicus curiae adalah pihak independen yang memberikan dukungan kepada MK. Selain itu, pengajuan untuk menjadi amicus curiae diajukan di awal masa persidangan, bukan jelang putusan akan dibacakan MK.
“Amicus curiae itu pada dasarnya dihadirkan diberikan kepada mahkamah orang-orang atau pihak-pihak yang tidak memiliki kepentingan langsung, baik sebagai pemohon, termohon, maupun pihak terkait,” jelasnya.
Abdul meyakini amicus curiae tidak akan memengaruhi putusan MK pada tanggal 22 April 2024 sebab MK memutuskan perkara berdasarkan pada alat bukti, saksi-saksi, dan fakta di persidangan, bukan karena amicus curiae.
Sementara itu, Qurrata Ayuni, pakar hukum tata negara dari Universitas Indonesia (UI) mengatakan amicus curiae bukan bagian alat bukti dalam persidangan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Semua pengadilan boleh punya amicus curiae, tetapi tidak bisa memberikan sebagai bentuk dari salah satu alat bukti. Itu tidak dikenal. Kedua, sifatnya itu sebagai bentuk dukungan saja karena itu sebenarnya sahabat pengadilan,” kata Qurrata Ayuni dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (17/4)
Menurut Ayuni, amicus curiae hanya bersifat dukungan moral terhadap pengadilan, lebih diartikan sebagai sahabat pengadilan sehingga tidak bisa jadi instrumen dalam menekan keputusan hakim.
Dalam hal ini, kata dia, hakim MK tak bisa memasukkan pendapat amicus curiae sebagai bagian dari pertimbangan putusan.
“Itu bukan merupakan salah satu alat pada persidangan di MK, baik dari pemohon maupun dari KPU,” ujarnya.
Qurrata Ayuni mengamini amicus curiae bisa diajukan oleh siapa saja. Namun, amicus curiae tidak dapat digunakan sebagai tekanan terhadap MK karena hakim bersikap independen. (rara-lingkar.news)