Jakarta, Lingkar.news – Miftah Maulana Habiburrahman atau yang akrab dipanggil Gus Miftah yang merupakan Utusan Khusus Presiden (UKP) Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan ingin menjadikan Indonesia sebagai teladan toleransi dan kerukunan di kancah internasional.
“Pemerintah memiliki komitmen menjadi teladan toleransi dan kerukunan di kancah internasional,” ujar Gus Miftah, sapaan akrabnya, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (15/11)
Gus Miftah menyebut bahwa program, kursus, dan pelatihan untuk melatih individu-individu agar mampu berkontribusi dalam mengatasi masalah-masalah intoleransi.
Komitmen seperti ini, lanjut dia, juga ditujukan untuk meningkatkan daya saing negara di tingkat global.
Gus Miftah menyoroti 16 November yang diperingati sebagai Hari Toleransi Internasional.
Ia berharap peringatan semacam ini tidak saja menciptakan kesadaran akan urgensi toleransi dan koeksistensi.
Menurut dia, seharusnya peringatan Hari Toleransi Internasional menginspirasi tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari untuk mewujudkan toleransi dan koeksistensi damai.
Ia mengemukakan bahwa Kabinet Merah Putih yang dipimpin Presiden RI Prabowo Subianto membuat sebuah langkah terobosan, yakni melalui pembentukan Utusan Khusus Presiden (UKP) Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan.
“Untuk meningkatkan toleransi dan koeksistensi serta mengatasi masalah-masalah intoleransi, diskriminasi, dan ekstremisme,” ucapnya.
Gus Miftah melihat program toleransi dan koeksistensi harus dimulai dari ruang-ruang publik, khususnya lembaga pendidikan dan rumah-rumah ibadah.
Dengan membentuk zona toleransi dan nondiskriminasi, kata dia, peran lembaga dalam menanamkan semangat toleransi yang makin besar.
“Begitu pula peran rumah-rumah ibadah dapat dimaksimalkan untuk tujuan toleransi dan koeksistensi,” ucapnya.
Selain itu, Gus Miftah menyampaikan keterlibatan semua pihak, baik Pemerintah maupun masyarakat, juga penting dalam menghasilkan narasi-narasi positif untuk menciptakan lingkungan kondusif pada era digital.
“Jurnalisme moderasi diarahkan untuk memproduksi narasi-narasi yang berorientasi pada generasi muda agar tidak mudah terseret arus informasi intoleran,” ucapnya.
Langkah lain yang tak kalah penting adalah program evaluasi yang ketat, mulai dari pusat, daerah, hingga desa dan kampung.
“Evaluasi dilakukan bersama-sama, termasuk bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan di tingkat nasional maupun internasional,” tuturnya.
Dengan begitu, Gus Miftah meyakini Indonesia bersama negara-negara lain menjadi teladan di bidang toleransi dan koeksistensi. (rara-lingkar.news)