Saksi Ahli Sidang MKD Nilai Pernyataan Viral Sahroni Bukan Penghinaan

JAKARTA, Lingkar.news – Pakar sosiologi Trubus Rahardiansyah menilai bahwa pernyataan Ahmad Sahroni yang viral dalam menanggapi seruan pembubaran DPR tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk penghinaan maupun ujaran kebencian.

Hal itu disampaikan Trubus saat menjadi saksi ahli dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI dengan agenda Permintaan Keterangan Saksi dan Pendapat Ahli pada Senin, 3 November 2025.

“Apa yang disampaikan Pak Ahmad Sahroni itu merespons setting atau situasi yang melatarbelakanginya. Nah, saya melihat apa yang disampaikan itu tidak menyinggung apa pun. Walaupun di situ ada kata ‘tolol’ yang diviralkan, itu menurut saya lebih ke menyampaikan bahwa tidak mungkin DPR dibubarkan. Kita kan sistemnya bukan parlementer, tapi non-parlementer,” katanya.

Trubus menilai munculnya kontroversi di publik lebih disebabkan oleh manipulasi informasi di media sosial yang mengaburkan konteks sebenarnya dari pernyataan Sahroni.

“Ini kan sebenarnya arahnya ke sana. Tapi kemudian dipahami berbeda karena itu tadi, manipulasi. Makanya di Pasal 35 UU ITE itu dilarang orang memanipulasi dan mengubah-ubah informasi. Jadi apa yang disampaikan Pak Ahmad Sahroni bukan suatu ucapan kriminal ataupun kebencian,” tegasnya.

Pandangan Trubus sejalan dengan keterangan pakar analisis perilaku Gustia Aju Dewi, yang menyoroti maraknya penyebaran potongan informasi yang sengaja diselewengkan untuk membentuk persepsi publik yang salah.

“Zaman sekarang perang bukan lagi dengan senjata api, tapi senjatanya informasi yang diselewengkan, bisa dipotong. Jadi 90 persen kebenaran itu bukan kebenaran, karena ada 10 persen yang tidak dimasukkan sehingga informasi tersebut menjadi disinformasi,” kata Gustia.

Ia menambahkan, pelaku penyebaran DFK (Disinformasi, Fitnah, dan Kebencian) di media sosial dapat dilacak melalui teknologi digital forensik, termasuk untuk mengetahui siapa yang pertama kali menyebarkan narasi manipulatif tersebut.

“Sebenarnya dengan teknologi AI itu mudah dilakukan digital forensik, Yang Mulia, untuk ditelusuri siapa yang pertama kali mengeluarkan narasi-narasi DFK,” ujarnya.

Keterangan para ahli tersebut memperkuat pandangan bahwa gelombang opini negatif terhadap DPR dan Ahmad Sahroni tidak terjadi secara alami, melainkan hasil dari penggiringan opini terstruktur di media sosial.

Sidang MKD DPR RI tersebut digelar untuk menelusuri berbagai peristiwa yang terjadi antara 15 Agustus hingga 3 September 2025, termasuk kasus lima anggota DPR RI yang dinonaktifkan oleh partainya.

Ketua MKD DPR RI Nazaruddin Dek Gam mengatakan sidang pemeriksaan pendahuluan ini digelar untuk mencari titik terang atas kasus yang mendapat perhatian publik tersebut.

“Ada lima anggota DPR RI yang telah dinyatakan nonaktif oleh partai masing-masing, yaitu Adies Kadir, Nafa Urbach, Surya Utama, Eko Hendro Purnomo, dan Ahmad Sahroni,” ujar Dek Gam.

Adapun sejumlah saksi dan ahli yang diundang MKD dalam sidang ini antara lain Deputi Persidangan Setjen DPR RI Suprihartini, Koordinator orkestra pada sidang tahunan Letkol Suwarko, ahli kriminologi Prof. Dr. Adrianus Eliasta, ahli hukum Dr. Satya Arinanto, ahli sosiologi Trubus Rahardiansyah, ahli analisis perilaku Gustia Aju Dewi, serta Wakil Koordinator Wartawan Parlemen Erwin Siregar.

Jurnalis: Ant
Editor: Rosyid