Respons Tarif Trump, Banggar DPR: 185 Negara Jadi Tumbal Amerika

JAKARTA, Lingkar.news – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menyebut 185 negara di dunia yang terkena kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) oleh Presiden AS Donald Trump menjadi tumbal kepentingan negara adidaya tersebut.

“Setiap negara dari 185 negara yang mendapatkan tarif sepihak atau istilah Trump, resiprokal, timbal balik, justru semua negara itu menjadi tumbal, tumbal kepentingan sepihak Amerika,” kata Said di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu, 9 Juli 2025.

Sebab, kata dia, istilah tarif resiprokal yang digunakan Trump tersebut sejatinya hanya kamuflase dari kepentingan sepihak AS.

“Kan tidak bisa ada istilah tarif resiprokal, kalau memang arti harfiah (bahasa) Indonesia, itu tarif timbal balik,” ucapnya.

“Padahal Amerika itu jadi besar, Amerika itu dihormati ketika pascaperang dunia kedua karena mau membangun bersama-sama, sekarang nampaknya Presiden Amerika mau membangun Amerika saja, negara lain dianggap nothing, dan itu bahaya,” imbuhnya.

Dia pun menyayangkan langkah AS di bawah kepemimpinan Trump yang dinilainya mengabaikan organisasi-organisasi internasional atas pemberlakuan tarif resiprokal tersebut.

“Kebijakan Pemerintah Amerika Serikat saat ini dengan kepemimpinan Donald Trump, itu nampaknya memang mengabaikan dengan sengaja organisasi internasional. PBB sudah tidak dianggap, World Bank sengaja dilemahkan, IMF sami mawon,” ujarnya.

Menurut dia, jika AS terus menggunakan pendekatan antimultilateral maka negara-negara lain cenderung akan bersikap proteksionis demi menjaga kedaulatannya masing-masing.

“Kalau begini ceritanya, maka kemudian setiap negara akan melakukan proteksionis terhadap negaranya sendiri dan pada saat yang sama negara yang kuat akan semena-mena,” ucapnya.

Untuk itu, dia menyerukan pemerintah Indonesia agar menguatkan ketahanan ekonomi nasional dan percepatan deregulasi agar kian ramah terhadap investasi asing.

Dia juga mendorong langkah negosiasi pemerintah itu tetap dilakukan dengan mengedepankan prinsip perdagangan dan tarif yang adil.

“Bukan kemudian Amerika menggugat, kita yang digugat sebenarnya kita tidak melakukan apa-apa terhadap kepentingan dan tidak pernah mengganggu kepentingan Amerika,” paparnya.

Bahkan, kata Said, bila AS terus mengedepankan kepentingan sepihaknya atas kebijakan tarifnya tersebut maka bukan tidak mungkin blok ekonomi BRICS menjadi harapan bagi Indonesia maupun negara-negara lainnya.

“Kalau ini berlanjut apa yang dilakukan oleh Amerika maka keberadaan BRICS menjadi keniscayaan. Bukan warning, kita memang pada akhirnya datang pada kesimpulan bahwa dunia sebelahnya memerlukan BRICS untuk katup pengaman. Tunggu World Bank tidak berbuat apa-apa, WTO diam, IMF nggak ada suaranya. Sekarang yang bisa menyuarakan itu kan BRICS, dan itu menjadi harapan jadinya,” pungkasnya.

Jurnalis: Ant/Ceppy Febrinika Bachtiar
Editor: Rosyid