BANDUNG, Lingkar.news – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengungkapkan Wali Kota Cirebon Effendi Edo telah menyatakan kesanggupannya untuk mencabut kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang sempat memicu kegaduhan publik akibat lonjakannya yang mencapai 1.000 persen.
Dedi menjelaskan bahwa kebijakan tersebut sebelumnya diberlakukan saat kepemimpinan Kota Cirebon dijabat oleh seorang penjabat (Pj) sebelum pelaksanaan Pilkada.
“Saya mendapat penjelasan bahwa aturan tersebut dibuat pada waktu Kota Cirebon dipimpin oleh Pj. Dan kemudian sudah berjalan pada tahun 2025 ini. Tapi saya minta untuk aturan ini dibatalkan dan beliau menyanggupi,” ujar Dedi pada Jumat, 15 Agustus 2025.
Meski telah disepakati untuk dicabut, kebijakan tersebut baru dapat dibatalkan secara efektif mulai tahun anggaran 2026.
Pasalnya, pemungutan pajak berdasarkan aturan tersebut sudah terlanjur berjalan dan masuk ke dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2025.
“Tapi karena pungutannya sudah berjalan dan masuk ke APBD 2025, maka wali kota akan mencabut aturan tersebut pada tahun APBD pada 2026 mendatang,” jelasnya.
Lebih lanjut, Dedi menyatakan bahwa hingga saat ini, pemerintah provinsi belum menerima laporan serupa dari daerah lain di Jawa Barat.
Kenaikan drastis PBB tersebut masih bersifat lokal dan hanya terjadi di Kota Cirebon.
“Sampai hari ini belum ada (daerah lain) hanya di Kota Cirebon,” ujarnya.
Sebagai informasi, kebijakan PBB yang menuai protes tersebut diberlakukan pada tahun 2024, ketika Kota Cirebon dipimpin oleh Agus Mulyadi sebagai penjabat wali kota.
Kenaikan tarif PBB diduga berkaitan dengan penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang tidak diperbarui sejak 2018, dan dijadikan dasar kebijakan fiskal baru di daerah tersebut.
Kebijakan ini kemudian menjadi sorotan publik karena dampaknya yang dinilai cukup memberatkan masyarakat, dengan lonjakan pajak mencapai hingga 1.000 persen dalam beberapa kasus.
Jurnalis: Anta
Editor: Rosyid
