Dedi Mulyadi Ingin Hidupkan Bandara Kertajati Lewat Kerja Sama Susi Air

BANDUNG, Lingkar.news Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berencana menghidupkan kembali Bandara Internasional Jawa Barat Kertajati (BIJB) yang menyetop penerbangan domestik per 2 Juli 2025.

Rencana Dedi yakni mengalihkan sebagian dana operasional per tahun yang dikeluarkan Pemprov Jabar untuk BIJB Kertajati sebesar Rp60 miliar ke Susi Air.

“Tadi Bu Susi (Pudjiastuti) nanya biaya operasional yang diberikan (per tahun), saya katakan di kisaran Rp60 miliar per tahun, dan saya sampaikan aja hari ini, Bu Susi menawarkan uang itu digunakan untuk mensubsidi penerbangan di Kertajati,” kata Dedi di Bandung, Jawa Barat, Rabu, 2 Juli 2025.

Pengalihan ini akan digunakan sebagai subsidi operasional penerbangan Susi Air untuk lima rute penerbangan, yakni Cilacap-Kertajati, Purwokerto-Purbalingga-Kertajati, Semarang-Kertajati, Yogyakarta-Kertajati dan Tasikmalaya-Kertajati.

“Jadi bawa penumpang masuk ke Kertajati. Yang penting bawa penumpang masuk ke Kertajati. Saya tadi dengan Bu Susi memutuskan, Susi Air juga kemudian di Kertajati mengaspal. Terbang lagi di Kertajati. Dengan lima rute yang tadi disebutkan. Jadi saya ingin coba kedua-duanya. Sebelum membangun yang besar, kita mulai dulu yang kecil,” terangnya.

Langkah tersebut, kata Dedi, sebagai upaya penyelamatan Kertajati untuk mendukung langkah yang tengah dikerjakan yakni fokus ke penerbangan internasional khususnya haji dan umrah.

“Nah sebenarnya kan kalau penerbangan haji dan umrah ini bisa berjalan dengan yang domestik itu,” ucapnya.

Namun demikian, Dedi mengatakan untuk bisa beriringan itu ada permasalahan, salah satunya investasi yang cukup besar, sehingga dirinya mengambil langkah untuk mensubsidi Susi Air.

Subsidi ini juga, kata Dedi, karena dirinya mendapat cerita dari Susi Pudjiastuti bahwa salah satu permasalahan Kertajati lainnya adalah kru pesawat yang harus berangkat ke Jakarta dan jika melalui jalur darat menggunakan pengawalan butuh waktu empat jam yang disebutnya tidak mungkin dilakukan.

“Itu tidak mungkin karena lamanya dia terbang sehari, di mana jam kerja pilot hanya sembilan jam. Karenanya harus ada rute dari Halim ke Kertajati dulu untuk mengangkut kru pesawat.

Dedi mengatakan dari dana per tahun yang dikeluarkan oleh Pemprov sebesar Rp60 miliar untuk Bandara Kertajati itu, sekitar Rp49 miliar bisa digunakan untuk subsidi penerbangan ke Kertajati.

Sementara itu, pemilik Susi Air, Susi Pudjiastuti, meyakini dengan lima rute yang direncanakan mendarat dan terbang di Kertajati dalam sehari, akan mendatangkan maskapai besar.

“Kalau sehari lima kali yang besar pasti nanti mau nunggu di sana kalau gak ada, kalau pilot pesawat hilang enam jam waktunya pasti rugi airline jadi tidak mau mereka,” jelasnya.

Susi menjelaskan untuk tujuan Halim-Kertajati itu khusus untuk kru-kru maskapai besar, kemudian tujuan lainnya adalah sebagai moda pengumpan, dengan bisa ditambahkan juga tujuan Pangandaran ke depannya.

“Kalau ada dari lima kota masuk kan paling tidak masing-masing 6 orang aja ada 30. Pasti Airline juga ruginya tidak terlalu besar mulai masuk di Kertajati. Kalau sekarang mau ngangkut apa ke sana? Orangnya tidak ada yang datang,” ucap dia.

Dengan dana yang harus dikeluarkan Pemprov Jabar Rp60 miliar per tahun, diinformasikan kini sudah tidak ada penerbangan domestik dari dan menuju Bandara Kertajati sejak tanggal 2 Juni 2025 sampai waktu yang tidak ditentukan.

Hal itu, dipastikan setelah pada tanggal tersebut maskapai Super Air Jet yang melayani penerbangan ke Medan, Denpasar dan Balikpapan (Kalimantan Timur) berhenti beroperasi dari dan ke Bandara Kertajati.

Penghentian penerbangan domestik ini, kata dia, karena keterbatasan armada dari maskapai yang sebelumnya melayani di Bandara Kertajati, yakni Lion Air, Super Air Jet, Citilink, Air Asia dan Malaysia Airlines serta okupansi di bandara tersebut yang rendah.

Meskipun demikian, Bandara Kertajati masih melayani satu penerbangan internasional menuju Singapura yang terbang tiap Selasa dan Sabtu oleh maskapai Scoot.

Jurnalis: Ant/Ceppy Bachtiar
Editor: Ulfa Puspa