lingkarjabar.id

Dapur MBG di Garut Ditutup Sementara Usai Ratusan Siswa Keracunan

Garut, Lingkar.news Dapur penyedia menu program makan bergizi gratis atau MBG di Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, Jawa Barat ditutup usai ratusan siswa diduga mengalami keracunan.

Bupati Garut, Abdusy Syakur Amin, dapur MBG saat ini ditutup sementara usai kejadian siswa keracunan makanan.

“Ya, di-pending itu kan berarti ditutup sementara,” katanya kepada wartawan di Garut, Senin, 22 September 2025.

Bupati mengatakan kewenagan penyediaan menu MBG sepenuhnya ada di Badan Gizi Nasional (BGN), dan di daerah merupakan penerima manfaat dari program tersebut.

Adanya insiden itu, kata dia, sementara waktu dapur MBG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kecamatan Kadungora yang sajiannya dikonsumsi siswa itu tidak beroperasi dulu sambil menunggu hasil uji laboratorium.

“Itu kan ranahnya BGN, jadi semua mulai dari izin pendirian, kemudian juga pengawasan, itu sampai saat ini masih dikontrol oleh BGN,” jelasnya.

Pemkab Garut sudah melakukan penanganan medis terhadap seluruh siswa yang mengalami gejala keracunan makanan di Kecamatan Kadungora.

Begitu juga tim Dinkes Garut, kata dia, sudah melakukan uji sampel makanan yang disajikan dalam menu MBG tersebut untuk mengetahui penyebab keracunannya, begitu juga belum bisa diduga-duga faktor penyebabnya.

“Saya juga tidak bisa ngeduga-duga,” ucapnya.

Ia menegaskan program MBG merupakan kebijakan pemerintah pusat yang tentunya harus berjalan sesuai harapan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, khususnya anak-anak di sekolah.

Menurut Bupati, dengan adanya kejadian ini menjadi perhatian khusus Pemkab Garut untuk menjalin komunikasi lebih intensif dalam menjalan program MBG agar berjalan aman, lancar, dan sehat.

“Yang pasti kami ingin menjamin, inilah kebutuhan pemerintah, Pak Presiden, harus berjalan dengan aman, lancar, penting, dan juga selamat dan sehat,” jelasnya.

Sebelumnya Dinkes Garut sudah mengambil sampel makanan untuk diuji laboratorium, dan juga sudah menangani siswa yang mengalami gejala keracunan sebanyak 657 orang, 19 orang diantaranya dirawat dan sudah pulih.

Kejadian itu berawal dari sejumlah siswa mengeluhkan sakit, seperti pusing, mual, dan muntah-muntah setelah menyantap makanan yang disajikan di sekolahnya, yakni MA Maarif Cilageni, SMA Siti Aisyah, dan SMP Siti Aisyah, kemudian SDN 2 Mandalasari di Kecamatan Kadungora pada Selasa, 16 September 2025.

Kondisi siswa tersebut semakin parah, kemudian dilakukan pemeriksaan kesehatan, Rabu, 18 September 2025 sampai akhirnya mulai bermunculan siswa dengan mengeluhkan sakit yang sama ke puskesmas.

Sekitar 600 siswa di Garut mengalami gejala keracunan menu MBG

Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, menyampaikan sekitar 600 siswa korban keracunan yang diduga setelah menyantap menu MBG di sekolahnya di Kecamatan Kadungora sudah berangsur sehat, begitu juga yang dirawat sudah dipulangkan.

“Kalau keseluruhan yang bergejala sekitar 600-an ya, tapi kan gejalanya ringan ya, dan alhamdulillah sekarang semuanya sudah sehat,” kata Kepala Dinkes Kabupaten Garut Leli Yuliani di Garut, Senin, 22 September 2025.

Korban keracunan diduga setelah menyantap menu MBG yang disediakan SPPG Yayasan Al-Bayyinah di Desa Karangmulya, Kecamatan Kadungora itu secara keseluruhan berjumlah 657 orang, 19 orang di antaranya dirawat di puskesmas.

Setelah penanganan medis terhadap korban keracunan, selanjutnya Dinkes Garut menunggu hasil uji laboratorium sampel makanan yang dikonsumsi siswa yang hasilnya diketahui sekitar lima atau tujuh hari.

“Sekarang belum, belum ada hasilnya, waktu itu kan dikirimnya hari Rabu, ya katanya sekitar 5-7 hari, besok atau lusa mudah-mudahan ya,” jelasnya.

Ia menyampaikan pelayanan makanan secara massal itu tentu harus ada sertifikat layak kesehatan dan keamanan pangan maupun air sebelum dikonsumsi masyarakat.

Seperti halnya penyediaan makanan di tempat usaha rumah makan, kata dia, sama harus sudah memenuhi persyaratan tertentu untuk menjaga keamanan dan kesehatan makanan.

“Yang penting sesuai dengan ketentuan, itu tergantung untuk apa konteksnya, misalnya untuk rumah makan biasa kan ada tersendiri kriteria yang harus dipenuhi, kalau penanganan gizi kan beda dengan warung nasi biasa,” tuturnya.

Jurnalis: Rara
Editor: Ulfa Puspa

Exit mobile version