Wali Kota Cirebon Akui Tarif PBB-P2 Naik, Tapi Tidak Sampai 1.000 Persen

CIREBON, Lingkar.news Isu kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 1.000 persen di Kota Cirebon menjadi perbincangan publik.

Wali Kota Cirebon, Effendi Edo, mengakui memang ada kenaikan tarif PBB-P2, tetapi tidak sampai menyentuh 1.000 persen sebagaimana isu yang beredar di Masyarakat.

“Kalau kenaikan memang ada, namun tidak sampai 1.000 persen,” katanya, Kamis, 14 Agustus 2025.

Edo menjelaskan kebijakan penyesuaian tarif PBB-P2 telah ditetapkan sejak 2024 ketika Cirebon masih dipimpin penjabat (Pj) wali kota. Kebijakan itu disahkan melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024.

Dirinya yang baru lima bulan menjabat menyebut telah melakukan pembahasan internal sejak sebulan terakhir untuk mencari solusi agar penyesuaian tarif tidak membebani masyarakat.

“Mudah-mudahan dalam minggu ini kita sudah tahu dan formulasi yang kita buat itu sesuai dengan keinginan masyarakat. Artinya ada perubahan,” terangnya.

Menurut dia, formulasi tarif PBB merujuk pada delapan opsi yang diberikan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Kemudian dipadukan oleh pemerintah daerah, sehingga tarif yang berlaku bervariasi antarwarga.

Oleh karena itu Edo menegaskan pemerintah daerah sangat terbuka untuk menerima masukan dari warga yang merasa keberatan, serta evaluasi kebijakan saat ini sedang berlangsung guna menyesuaikan kembali dengan kondisi di lapangan.

“Kalau memang hasil evaluasi dan kajian menyatakan perlu diubah, ya tidak menutup kemungkinan,” ucapnya.

Pihaknya siap memfasilitasi audiensi dengan masyarakat terdampak kebijakan tersebut, dan diharapkan dapat menghasilkan masukan konstruktif bagi perbaikan kebijakan.

“Kami sangat terbuka melakukan audiensi dengan masyarakat yang terdampak. Semua masukan akan kami pertimbangkan,” sambungnya.

Sebelumnya, sejumlah warga di Kota Cirebon mengeluhkan kenaikan tarif PBB-P2, karena dinilai memberatkan serta berpotensi menambah beban ekonomi masyarakat.

Puluhan warga yang tergabung dalam Paguyuban Pelangi Cirebon itu meminta pemerintah daerah meninjau kembali kebijakan, yang diatur dalam Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi.

Juru Bicara Paguyuban Pelangi Cirebon Hetta Mahendrati mengatakan kenaikan PBB tersebut dirasakan sebagian besar warga dengan besaran bervariasi mulai dari 100 hingga 200 persen, bahkan ada yang mencapai 1.000 persen.

Atas dasar tersebut, pihaknya meminta pemerintah daerah membatalkan kebijakan itu dan mengembalikan tarif PBB-P2 sesuai ketentuan pada 2023.

Ia pun mencontohkan Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang membatalkan kenaikan PBB sebesar 250 persen setelah mendapat masukan dari masyarakat.

Paguyuban tersebut menyampaikan empat tuntutan utama, yakni pembatalan Perda Nomor 1 Tahun 2024, pengembalian tarif sesuai tahun 2023, penegasan tanggung jawab pejabat terkait, dan imbauan kepada pemerintah daerah untuk mencari sumber pendapatan asli daerah (PAD) lain di luar pajak.

Pemkot Cirebon pada Februari 2025 sudah menerapkan skema relaksasi PBB-P2, berupa potongan bagi wajib pajak yang membayar lebih awal.

Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kota Cirebon Mastara menjelaskan potongan diberikan bervariasi, yaitu 20 persen untuk pembayaran 13 Februari-30 April, 15 persen untuk 1 Mei-30 Juni, dan 10 persen untuk 1 Juli-30 September 2025.

Kebijakan tersebut diharapkan mendorong kepatuhan membayar pajak tepat waktu. Tahun ini, pemerintah daerah menargetkan penerimaan PBB-P2 sebesar Rp70,42 miliar dari potensi Rp75,89 miliar, dengan 86.081 lembar Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang diterbitkan.

BPKPD menilai kontribusi PBB-P2 terhadap total penerimaan pajak daerah Kota Cirebon pada 2025, diperkirakan mencapai 18,30 persen dari proyeksi Rp384,66 miliar.

Jurnalis: Ant/Ceppy Bachtiar
Editor: Ulfa Puspa