JAKARTA, Lingkar.news – Komisi VII DPR RI mengungkapkan adanya dugaan praktik monopoli dalam bisnis di industri perfilman Indonesia, mulai dari produksi, impor film, hingga kepemilikan jaringan bioskop.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga mengatakan saat ini terdapat pelaku usaha yang menguasai rantai bisnis perfilman dengan memiliki production house (PH), menjadi pengimpor film, sekaligus pemilik bioskop. Kondisi itu dinilai tidak sehat bagi perkembangan industri film nasional.
“Kalau kemudian dia punya bioskop, dia importir, dia PH, tentu berarti orang tersebut akan memprioritaskan film-filmnya masuk ke layar lebar,” kata Lamhot dalam rapat kerja bersama Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, 5 November 2025.
Meski mengaku belum mengkaji pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2029 tentang Perfilman, Lamhot menilai praktik semacam itu berpotensi menyingkirkan rumah produksi lain yang memiliki kualitas film baik karena kesulitan mendapatkan akses penayangan.
Menurutnya, industri perfilman memiliki potensi besar dengan nilai perputaran uang mencapai Rp3,2 triliun, angka yang terus meningkat pascapandemi COVID-19. Namun, peningkatan tersebut belum berdampak merata karena hanya dikuasai oleh kelompok usaha tertentu.
Ia juga mengungkapkan, sekitar 60 persen film nasional hanya ditayangkan di jaringan bioskop besar sehinga tidak merata di semua wilayah. Apalagi, kata Lamhot, sekitar 60 persen film nasional hanya berasal dari segelintir rumah produksi.
“Hanya dari 2, nggak sampai 3 PH lah, kenapa? Itu yang tadi disampaikan Pak Menteri ada kesulitan mengakses untuk masuk kepada layar lebar,” ujarnya.
Komisi VII, kata Lamhot, berharap perputaran ekonomi di sektor perfilman dapat tersebar merata dan tidak dimonopoli oleh pihak tertentu.
Menurutnya, ekosistem perfilman perlu diatur secara adil agar menjadi kontributor pertumbuhan ekonomi nasional.
“Saya kira itu tujuan Presiden Prabowo membuat Kementerian Ekonomi Kreatif dalam satu kementerian tersendiri, ingin menjadikan ekonomi kreatif menjadi instrumen untuk menopang APBN kita,” katanya.
Jurnalis: Ant
Editor: Rosyid
